Psikologi Politik: Party Identification
Angus Campbell penulis The American Voter |
‘Revolusi Michigan’ adalah salah satu
istilah yang diberikan oleh Evans (2004) terhadap hasil studi Campbell dkk pada tahun 1960. Hasil studi tersebut diintisarikan dalam sebuah buku yang berjudul The American Voter. The
American Voter memaparkan perilaku
pemilih berdasarkan survei nasional yang dilakukan di Amerika Serikat (AS)
antara 1948 hingga 1958. The American
Voter menekankan eksplanasi teoretik pada tingkat
sosio-psikologis. Salah satu teori
sosio-psikologis dari Campbell dkk (1960) yang
revolusioner dan masih digunakan hingga kini adalah party id atau party
identification. Schaffner dan Streb
(2002) mengemukakan bahwa sejak diterbitkannya The American Voter setiap model teoretik mengenai perilaku pemilih
hampir selalu melibatkan konsep party
identification. Party identification
sendiri secara konseptual tumbuh dari
teori psikologi kelompok, dimana identifikasi dimaknai sebagai orientasi
afektif individu terhadap sebuah obyek kelompok di dalam lingkungannya
(Campbell dalam Brandenburg, 2011).
Secara
historis, kajian mengenai party
identification pada awal mulanya didominasi oleh para peneliti dari ilmu
politik. Namun, lambat laun bergeser
ke ranah psikologi sejak bergabungnya dua peneliti psikologi sosial, yaitu
Donald Stokes serta Philipe Converse dalam kajian perilaku pemilih di
University of Michigan pada
tahun 50-an. Keduanya dikemudian hari menjadi tokoh-tokoh yang berperan besar dalam berbagai penelitian
serta kajian mengenai perilaku pemilih (Bartels dalam Leighly, 2008).
Dalam
konsepsi mutakhir, party identification disebut
juga
sebagai sebuah sikap yang melibatkan aspek afektif
dan kognitif (Greene 1999; Burden dan Klofstad 2005, Greene 2004). Petty dan Caccioppo (dalam Greene, 2002) menambahkan
bahwa party identification
merupakan respon
positif-negatif individu yang tergeneralisasi serta stabil terhadap obyek
tertentu. Dengan demikian, party identification
bukanlah sebuah status keanggotaan (membership)
individu di dalam sebuah Parpol tertentu. Akan tetapi, party identification merupakan sebuah identitas yang juga dapat terbentuk pada individu
yang berada di luar struktur Parpol.
Greene (1999) menjelaskan bahwa party identification
merupakan determinan kunci terhadap sikap dan perilaku politik individu. Ini
karena, party identification berperan sebagai perceptual
screen (jendela persepsi), yaitu proses kognitif yang menyaring segala informasi politik individu melalui kacamata yang bias (Campbell dkk
1960; Helm 1979). Aspek party identification yang bersifat
psikologis ini merupakan sebuah
konsep yang abstrak. Oleh sebab itu, Miller dkk (1996) dalam The new american voters mendeskripsikan party
identification melalui sebuah analogi.
Analogi party identification di luar lingkup politik
adalah afiliasi keagamaan. Afiliasi
keagamaan kerap bersumber dari orangtua, yaitu melalui proses pendidikan dan sosialisasi nilai
pada masa awal perkembangan individu.
Hasil dari proses tersebut adalah sebuah perasaan diri sebagai bagian dari
kelompok agama yang lebih besar pada diri individu.
Secara
lebih lanjut, setiap individu akan
memiliki persepsi diri seperti
‘Saya adalah seorang Muslim’, ‘Saya adalah seorang Katolik’, atau ‘Saya seorang
Hindu’. Hal yang sama berlaku dalam politik ketika individu mempersepsikan diri
sebagai ‘Saya adalah seorang demokrat’ atau ‘Saya adalah seorang republikan’.
Peran agama bagi individu adalah sebagai pemberi struktur terhadap cara
memahami dunia eksternal. Sedangkan, peran ideologi politik sebagaimana teologi
adalah sebagai pemberi struktur yang serupa.
Yaitu, organisasi dan koherensi terhadap cara berpikir individu (Miller dkk, 1996).
Oleh karena itu, seorang partisan atau seseorang dengan party identification akan memiliki cara memandang dunia yang unik, ia akan
melihat informasi yang positif maupun negatif sesuai dengan sudut pandang
partisan yang sarat dengan subyektivitas. Sebuah nilai dan kebijakan publik di mata seorang partisan sangat bergantung pada ideologi
yang diyakininya dan jendela persepsi yang
digunakannya. Goren (2005) mengatakan bahwa party
identification tidak hanya mewarnai
bagaimana individu melihat dunia politik, akan tetapi juga mewarnai nilai-nilai
yang diyakini individu mengenai masyarakat.
Ditulis oleh:
Dr. Muhammad Faisal
*Dilarang untuk mengambil sebagian atau keseluruhan dari artikel diatas tanpa seizin penulis
Komentar