Generasi Langgas (millenials Indonesia) dari Kelas 'Lower Tier' (SES C)
Pemuda dari kelas lower tier atau yang biasa dikenal dengan kelompok rural adalah segmen pemuda yang paling kohesif dan kolektif. Mayoritas dari mereka adalah komuter yang tinggal di daerah sub-urban dan berasal dari keluarga perantau. Tak sedikit dari pemuda yang berasal dari segmen ini hanya mengenyam enam tahun pendidikan dasar. Namun, demikian pemuda yang berada pada kondisi sulit ini kerap memiliki pandangan yang sangat optimistik terhadap masa depan, mereka percaya keberuntungan suatu saat akan berpihak kepada mereka.
Penggunaan Media Sosial
Sedikit berbeda dengan pemuda dari kelompok ekonomi menengah keatas, para millenials dari kelas C masih sangat memperhatikan konten-konten dari televisi. Berbagai dinamika dan gejolak kultur pop dari televisi menjadi diskursus harian dari lower tier millenials. Kelompok ini juga tak kalah cepat dalam mengadopsi teknologi mobile serta penggunaan sosial media. Hanya perbedaanya terletak pada penggunaannya dimana mereka lebih banyak melakukan searching dibandingkan mempublish konten. Pemahaman mendasar mengenai penggunaan media sosial secara kreatif serta etika yang perlu ditumbuhkan didalamnya merupakan sebuah edukasi yang perlu dikembangkan kedepan bagi segmen millenials dari kelas SES C.
Motorcycle
Motor dua roda menjadi alat transportasi yang paling banyak digunakan oleh para lower tier millenials. Pilihan tersebut menjadi pilihan yang mudah dan logis karena tersedianya berbagai model transaksi yang mudah untuk membawa pulang sepeda motor dengan cepat dari para dealer. Dengan kehadiran motor serta berkembangnya aplikasi transportasi banyak lower tier millenials yang beralih profesi atau bekerja side-job sebagai driver berbasis aplikasi. Kondisi ini menjadi alasan utama meningkatnya pengguna sepeda motor, kedepan hal ini akan menjadi permasalahan urban mobility di kota besar seperti DKI Jakarta yang saat ini sedang membangun berbagai jenis modus transportasi urban yang modern. Proses transisi dari private transport ke modus public transport akan sangat bergantung pada komunitas serta kampanye dari segmen lower tier millenials diantaranya yang sudah cukup sukses adalah KRL Mania.
4L4Y
Pada awal tahun 2012 kelompok SES C kerap mendapat label Alay, atau anak layangan. Label ini muncul lantaran berkembanganya gaya tampilan baru dari kelas lower tier millenials yang mengambil inspirasi dari berbagai sumber diantaranya K-POP, J-Rock, dan Punk. Tampilan trendy yang didisplay di ruang publik kurang mendapat apresiasi dari millenials yang berasal dari kelas SES lainnya, bahkan cenderung menjadi gimmick yang berkembang menjadi cyberbullying. Akan tetapi, kini pada tahun 2017 lower tier millenials sudah mulai cerdas dalam mengadopsi tren, hal ini terlihat dari preferensi fashion mereka yang kini tak jauh beda dengan kelas menengah lainnya. Bahkan dalam banyak kasus lower tier millenials sudah mulai mengembangkan brand clothing sendiri yang dijual lewat media sosial. Hal ini mengindikasikan pendewasaan kelas ini dalam mengadopsi tren serta menggunakan informasi dari media internet untuk konteks wirausaha.
Shame vs Guilt Culture
Data dari badan kependudukan dan keluarga berencana nasional (BKKBN) (dalam Hidayanto, 2015) mengemukakan bahwa terdapat peningkatan jumlah pemuda yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah, yaitu 46% dari kelompok remaja berusia 15-19 tahun. Data ini tidak secara spesifik merujuk pada kelas sosial tertentu, akan tetapi dalam banyak kasus yang mengemuka di media dapat ditemukan bahwa kehadiran sosial media telah membuat kabur batasan budaya malu dan bersalah pada millenials secara umum. Tak pelak, kelompok lower tier millenials juga kerap tersandung kasus dimana anak muda memposting secara publik sesuatu yang tidak pantas untuk ditampilkan.
Anak muda yang sedang dalam tahap perkembangan moral, menurut Erickson berada dalam kondisi konflik antara identity vs identity confusion, kini menghadapi tantangan yang lebih besar yaitu belajar menginternalisasi kembali makna budaya malu 'shame' dan 'guilt' culture yang hilang karena ekses kehadiran media sosial. Kedepan kesadaran akan budaya malu dan etika bermedia sosial menjadi satu amanat bersama baik kalangan pendidik, keluarga, dan tokoh masyarakat, agar kelompok lower tier millenials dapat tumbuh menjadi kelompok pemuda yang dapat mentranslasi perkembangan teknologi sesuai dengan kearifan lokal.
Aspirasi positif
Kelompok lower tier millenials adalah segmen pemuda yang paling kompak secara kolektif. Kita bisa dapati bagaimana kultur dan pergerakan fans sepakbola juga komunitas punk begitu kuat sampai saat ini karena dimotori oleh kelompok lower tier. Hal ini menjadi ciri khas dari kelmpok C yang dalam kehidupan sehari-hari masih banyak mengandalkan pertemuan tatap muka serta ritual nongkrong. Tingginya intensitas juga fluiditas pertemuan tersebut membuat ikatan emosional antara kelompok-kelompok pemuda tetap solid. Dalam beberapa penelusuran etnografis yang penulis lakukan, penulis mendapati beberapa temuan menarik terkait aspirasi positif dari kelompok lower tier millenials. Yaitu diantaranya, saat ini kelompok lower tier ingin mengubah citra negatif yang melekat pada diri mereka yaitu pandangan anak muda lower tier sebagai tukang tawuran, geng motor, dan malas-malasan menjadi kelompok pemuda yang care terhadap isu sekitar dan berusaha membuat perubahan. Aspirasi ini penulis temukan terutama di Makassar dan Medan, dimana banyak sekali inisiatif kreatif serta sosial yang berasal dari kelompok lower tier.
Kelompok lower tier sejatinya adalah penentu utama arah gerak dari kultur anak muda di Indonesia. Bagaimana tidak, secara demografis jumlah pemuda dari kalangan lower tier lebih besar dibanding kelas SES lainnya. Kedepan kita bersama lower tier millenials berpotensi menciptakan sebuah perubahan, kuncinya terletak pada kolaborasi serta interaksi lintas kelas. Saling mengenal satu dengan yang lainnya, menerima perbedaan selera dan adopsi tren dengan lebih positif sehingga tercipta kreasi bersama yang memiliki corak lokal akan tetapi juga relevan dengan perkembangan global.
Instagram:
@ketemufaisal/@youthlab_indo
Twitter:
@faisal_sii/@youthlab_indo
Kompasiana:
http://www.kompasiana.com/faisal.m.si
Youtube:
Website: www.enterthelab.com
Komentar