High Tech, High Values


Muhammad Faisal
Direktur Eksekutif Youth Laboratory Indonesia

“Siang malam ku selalu menatap layar terpaku untuk online online, online online..” merupakan sebait lantunan rap dari Saykoji yang tepat untuk melukiskan generasi muda (17-23 tahun) saat ini. Buktinya bisa dilihat melalui sebuah data riset yang dilakukan oleh Graham Brown dari Mobile Youth. Riset tersebut melukiskan bahwa kini terdapat 1 milliar kaum muda pengguna telepon genggam berfasilitas mobile internet. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika fasilitas onlinepun kian menjulang tinggi. Bagi korporasi yang gigih mengambil resiko, revolusi online ini merupakan pintu untuk memperluas pasar. Di lain pihak, bagi korporasi konservatif hal ini menjadi sebuah ancaman.
Konsumen Online
Data riset seputar generasi muda juga dikeluarkan oleh Youth Global Survey pada tahun 2008. Hasil riset tersebut cukup menggemparkan para pemerhati pasar. Data survei mereka menggambarkan bahwa 43 persen kelompok muda membeli produk berdasarkan informasi online. Riset ini tentunya tidak dapat digeneralisir untuk konteks Indonesia. Akan tetapi, tak bisa dipungkiri, tren tersebut berpotensi menjangkiti kaum muda nusantara. Jika betul terjadi, maka sekitar 80 juta pemuda di Indonesia akan mengubah haluan pemasaran merek-merek besar. Push marketing seperti roadshow promosi akan berkurang, sedangkan pull marketing via online akan meningkat.
Simptom perubahan pasarpun makin lama makin kasat mata. Anak muda kini tidak lagi menghiasi berbagai music store. Bahkan sebuah music store ternama di Jakarta berinisiatif mengubah desain interior mereka untuk mengantisipasi simptom ini. Sayangnya, strategi marketing mereka kurang efektif. Ini karena, empati terhadap perilaku youth luput dari pola marketing yang mereka terapkan. Pada realitasnya, anak-anak muda saat ini cenderung mendowload musik secara cuma-cuma di internet. Compact discpun kian ditinggalkan, sebagai gantinya terdapat I Pod dan telepon genggam dengan fasilitas mp3 player.
Selain musik, transaksi ekonomi juga bermigrasi ke dunia online. Kaskus.com menjadi salah satu forum teramai di Indonesia dengan 3,5 juta penggunjung setiap harinya. Pengunjung dapat melakukan jual-beli peralatan DJ hingga mobil di sana. Sedangkan di tempat lain, terdapat blog bagi mereka yang ingin mengembangkan indie brand. Pada tahun 2008, pemerintahpun mengadakan pesta blogger yang dihadiri oleh ribuan blogger, beberapa diantaranya adalah artis ternama seperti Dewi Lestari. Gejala-gejala ini merupakan sebagian dari dampak online revolution.


Youth Online Marketing
Online revolution memerlukan pendekatan marketing yang berbeda terhadap youth dari pendekatan konvensional. Ini karena, media televisi kian tidak efektif untuk diseminasi informasi. Kaum muda lebih suka menyaksikan Youtube.com dibandingkan dengan TV. Kekuatan Youtube sebagai media yang mengendalikan popularitas brandpun telah terbukti melalui beberapa kasus. Radio prambors menggunakannya untuk mempopulerkan acara ‘Putus’ yang dibawa oleh Ari Daging serta Desta. Sedangkan baru-baru ini, mantan artis cilik Marshanda kehilangan basis fansnya karena sebuah video pribadi yang terupload di Youtube.
Serupa tapi tak sama, layaknya youtube situs jejaring sosial juga tengah menjadi episentrum bagi informasi brand. Penjajakan yang dilakukan oleh ihubmedia mendeklarasikan facebook.com (sebuah situs jejaring sosial) sebagai website terpopuler di Indonesia mengungguli portal google.com. Padahal, pada Oktober 2008 jumlah account facebook di Indonesia hanya 700 ribu, akan tetapi pada juni 2009 jumlahnya menjulang menjadi 5,8 juta pengguna. Dengan kata lain naik 820 persen dalam 8 bulan. Tidak mengherankan jika Barack Obama memanfaatkannya untuk menciptakan dialog dengan kaum muda pada momentum pemilihan presiden Amerika Serikat. Alhasil Obama mengalahkan rivalnya McCain dengan angka yang meyakinkan, terutama pada segmen youth.
High tech-High value
Riset etnografis yang dijalankan oleh Youth Laboratory Indonesia pada September 2009 mengungkapkan temuan baru seputar perilaku youth di Indonesia. Bagi mereka yang berusia 17-23 tahun gadget dengan high-tech seperti i-phone maupun blackberry menjadi kemestian dalam keseharian mereka. Bahkan lebih dari itu, high-tech mampu meningkatkan self-esteem untuk tampil di hadapan publik. Secara lanjut, facebook menjadi website yang kerap mereka kunjungi melalui mobile phone untuk mengekspresikan diri melalui status atau update photo.
Alasan di balik fenomena facebook cukup sederhana. Secara psikologis, youth membutuhkan dukungan sosial yang tinggi. Status serta photo di dalam facebook membantu mereka untuk menemukan refleksi diri melalui dukungan serta respon sosial secara online. Tulisan melalui wall-post, comment terhadap photo atau status menjadi sebuah support dan penilaian terhadap diri yang instan. Selain itu, bergabung dalam sebuah forum atau komunitas juga mampu memberi self-confidence dan self-acceptance . Hal ini juga diungkapkan oleh teori social identity yang menerangkan bahwa dorongan untuk berkelompok dilandasi oleh kebutuhan akan self esteem.
Di samping high tech, youth juga memiliki high value. Mereka peka terhadap perubahan sosial politik yang ada. Lihat saja isu global warming dan go green yang diprakarsai juga dipopulerkan oleh youth, bahkan hingga kini terus diperjuangkan. Youth dekat dengan berbagai movement serta campaign yang serupa, sebab mereka memiliki keyakinan diri sebagai agen perubahan. Dalam riset etnografis dari Youth Laboratory Indonesia, pemuda Indonesia mendambakan adanya kondisi damai. Youth Indonesia ingin kembali ke masa lampau, dimana konflik sosio-politik tidak kronis. Youth movement beberapa masa kedepan adalah perjuangan kaum muda untuk menciptakan dunia yang lebih damai serta toleran.

Online value
Era revolusi online sepantasnya dilihat oleh korporasi sebagai peluang untuk menggunakan high-tech dalam konteks high value. Korporasi perlu menyadari bahwa youth tak lagi membutuhkan promosi, tak lagi membutuhkan merek yang mengklaim diri hip, cool, atau groovy. Youth juga jenuh dengan berbagai promosi yang membanjiri media televisi dan cetak. Informasi produk berhujanan hingga sulit bagi youth untuk menyeleksi informasi yang relevan dan berguna bagi mereka. Selain itu, youth cukup cerdas tuk tak lagi mempercayai advertising dan lebih melihat realitas.
Sesungguhnya terdapat beberapa pendekatan untuk youth marketing. Brand trust dapat tumbuh dalam diri youth melalui high value. Promosi yang ideal bagi youth adalah “marketing with” bukan “marketing to”. Menciptakan dialog bersama youth untuk menyelesaikan konflik sosio-politik. Masuk ke dunia online, melalui facebook, twitter, myspace, dan blog bukan untuk mempromosikan barang, namun memperjuangan value. Era revolusi online adalah era co-creation dimana produk dikreasikan bersama antara produsen dengan konsumen. Brand harus lebih empatik juga ramah lingkungan. Melalui pendekatan psikologis demikian youth tak lagi menjadi pemeran pasif dalam dunia konsumerisme. Perkembangan teknologipun tak lagi menjadi ancaman, sebab high tech juga bermakna high values!

Komentar

Postingan Populer